Melanjutkan postingan tanggal 19 September tahun 2014.
Lama banget!
Maafkan jika penulis baru bisa memenuhi postingan ini sekarang. Setelah enam tahun perjalanan panjang, ada banyak hal yang masuk ke dalam pribadi saya sebagai penulis tunggal blog ini (iya lah! emang siapa lagi!).
Ahem.
So, seperti yang tertera dijudul postingan ini akan berbicara seputar kenyamanan dan... pacaran. 2020, tahun dimana bersosialisasi jadi begitu gampang. Orang-orang bisa mudah berkenalan lewat dunia maya, ataupun lewat dunia nyata (sekarang tuh travelling udah jadi trend tersendiri).
Godaannya lebih membooming.
Faktanya sekarang anak SD-pun berani memperlakukan lawan jenisnya persis seperti yang orang dewasa lakukan. Mungkin tahun 2014 lalu, sosial media belum membumi seperti sekarang. Penyakit anak-anak masih berkutat di game online, warnet, dsb. Tapi sekarang... penyakit mereka bertambah ke kelas sosial yang ekstrem, berhubung ponsel sudah murah layaknya kacang, (oke, ini udah keluar dari topik).
Maksudnya begini,
anggaplah ketika sedang travelling, dirimu bertemu dengan seseorang yang kemudian mengajak bertukar akun sosmed. Lalu kalian mengobrol, cocok dan menjadi akrab. Then... perasaan nyaman itu otomatis akan muncul. Belum lagi ada sejumlah mahluk tak kasat mata, a.k.a syaithonirojim yang membisiki hal-hal manis yang membuat kalian semakin terbuai. Hampir pasti hubungan kalian akan berkembang ke arah yang kalian inginkan. Presentase maksiatnya melonjak, bisa jadi di atas 50%.
Meskipun bisa saja kita berkhusnudzon, jika berkembangnya ke arah pernikahan, Alhamdulillah. Jika tidak... naudzubillah. Arahnya kemana lagi kalau bukan pacaran atau teman tapi mesra? atau yang umum, jalanin aja dulu?
*mau jalan kemana sih? neraka? ups.
Back to nyaman,
kenyamanan ini adalah hal yang asik-asik ngeri untuk dibahas. Karena kaitannya sama rasa. Ketika kita nyaman akan sesuatu, psikologi kita otomatis akan meminta; nggak mau lepas sama 'sesuatu' itu.
That's love defenition by materials.
Tapi sekali lagi, kembali pada postingan sebelumnya. Pacaran sendiri sudah nggak diperbolehkan dalam agama. Well, enam tahun ini nggak merubah prinsip penulis tentang pacaran. Dari dulu sampai sekarang, saya tetap berpendapat bahwa pacaran sebelum menikah itu adalah hal yang tidak disukai Allah.
Untuk pembaca muslim/muslimah, terima saja lah, daripada runyam nanti dihadapan Allah SWT.
But you know, seperti yang saya bilang di atas, kenyamanan adalah ujian yang berat. Menjaga hati sendiri untuk nggak merasa nyaman terhadap apapun/siapapun itu rasanya hampir mustahil. Wajar, fitrahnya manusia membutuhkan kenyamanan, ketenangan, perasaan dikasihi dan mengasihi.
Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Saw, “Para pengasih dan penyayang dikasihi dan disayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yagn ada di langit” (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Tirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925)
sumber : anjuran berkasih sayang dalam pandangan Islam
Meski begitu, bukan berarti kita menggunakan dalil kasih sayang untuk membenarkan diri berkhalwat (berduaan) atau bernyaman-nyaman dengan lawan jenis sebelum menikah.
Ayolah, memang sulit dijalankan, tapi janji Allah untuk orang-orang yang memelihara hatinya untuk sesuatu yang halal itu besar, lagi indah. Lagipula, Allah SWT juga sudah menyediakan jalan keluar bagi muda-mudi yang tetap ingin berkasih sayang. Pastinya dengan cara yang lebih Allah sukai,
apakah itu?
Menikah. :)
Wallahu a'lam bishawab.
Lama banget!
Maafkan jika penulis baru bisa memenuhi postingan ini sekarang. Setelah enam tahun perjalanan panjang, ada banyak hal yang masuk ke dalam pribadi saya sebagai penulis tunggal blog ini (iya lah! emang siapa lagi!).
Ahem.
So, seperti yang tertera dijudul postingan ini akan berbicara seputar kenyamanan dan... pacaran. 2020, tahun dimana bersosialisasi jadi begitu gampang. Orang-orang bisa mudah berkenalan lewat dunia maya, ataupun lewat dunia nyata (sekarang tuh travelling udah jadi trend tersendiri).
Godaannya lebih membooming.
Faktanya sekarang anak SD-pun berani memperlakukan lawan jenisnya persis seperti yang orang dewasa lakukan. Mungkin tahun 2014 lalu, sosial media belum membumi seperti sekarang. Penyakit anak-anak masih berkutat di game online, warnet, dsb. Tapi sekarang... penyakit mereka bertambah ke kelas sosial yang ekstrem, berhubung ponsel sudah murah layaknya kacang, (oke, ini udah keluar dari topik).
Maksudnya begini,
anggaplah ketika sedang travelling, dirimu bertemu dengan seseorang yang kemudian mengajak bertukar akun sosmed. Lalu kalian mengobrol, cocok dan menjadi akrab. Then... perasaan nyaman itu otomatis akan muncul. Belum lagi ada sejumlah mahluk tak kasat mata, a.k.a syaithonirojim yang membisiki hal-hal manis yang membuat kalian semakin terbuai. Hampir pasti hubungan kalian akan berkembang ke arah yang kalian inginkan. Presentase maksiatnya melonjak, bisa jadi di atas 50%.
Meskipun bisa saja kita berkhusnudzon, jika berkembangnya ke arah pernikahan, Alhamdulillah. Jika tidak... naudzubillah. Arahnya kemana lagi kalau bukan pacaran atau teman tapi mesra? atau yang umum, jalanin aja dulu?
*mau jalan kemana sih? neraka? ups.
Back to nyaman,
kenyamanan ini adalah hal yang asik-asik ngeri untuk dibahas. Karena kaitannya sama rasa. Ketika kita nyaman akan sesuatu, psikologi kita otomatis akan meminta; nggak mau lepas sama 'sesuatu' itu.
That's love defenition by materials.
Tapi sekali lagi, kembali pada postingan sebelumnya. Pacaran sendiri sudah nggak diperbolehkan dalam agama. Well, enam tahun ini nggak merubah prinsip penulis tentang pacaran. Dari dulu sampai sekarang, saya tetap berpendapat bahwa pacaran sebelum menikah itu adalah hal yang tidak disukai Allah.
Untuk pembaca muslim/muslimah, terima saja lah, daripada runyam nanti dihadapan Allah SWT.
But you know, seperti yang saya bilang di atas, kenyamanan adalah ujian yang berat. Menjaga hati sendiri untuk nggak merasa nyaman terhadap apapun/siapapun itu rasanya hampir mustahil. Wajar, fitrahnya manusia membutuhkan kenyamanan, ketenangan, perasaan dikasihi dan mengasihi.
Hal ini diperkuat oleh sabda Nabi Saw, “Para pengasih dan penyayang dikasihi dan disayang oleh Ar-Rahmaan (Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang-pen), rahmatilah yang ada di bumi niscaya kalian akan dirahmati oleh Dzat yagn ada di langit” (HR Abu Dawud no 4941 dan At-Tirmidzi no 1924 dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam as-Shahihah no 925)
sumber : anjuran berkasih sayang dalam pandangan Islam
Meski begitu, bukan berarti kita menggunakan dalil kasih sayang untuk membenarkan diri berkhalwat (berduaan) atau bernyaman-nyaman dengan lawan jenis sebelum menikah.
Ayolah, memang sulit dijalankan, tapi janji Allah untuk orang-orang yang memelihara hatinya untuk sesuatu yang halal itu besar, lagi indah. Lagipula, Allah SWT juga sudah menyediakan jalan keluar bagi muda-mudi yang tetap ingin berkasih sayang. Pastinya dengan cara yang lebih Allah sukai,
apakah itu?
Menikah. :)
Wallahu a'lam bishawab.
Komentar
Posting Komentar
Yok, yang mau komen harap sopan ya~
Kalau tidak sopan pemilik blog berhak untuk menghapus komentar tersebut.
Terima kasih~