Langsung ke konten utama

TANTANGAN TEMEN : PACARAN

Jujur saya memang ingin menulis tentang 'pacaran'. Apalagi setelah beberapa temen saya menantang, semangat saya jadi berkobar-kobar. Tapi, sebelum lanjut baca ke bawah, saya minta, kalian para sobat membuka pikiran selebar-lebarnya. Karena mungkin tulisan ini akan mengandung beberapa kontra. Eh, gimana deh? Cekidot!

Saat temen saya tanya soal pacaran, hal pertama yang saya lakuin adalah browsing. Maaf, bukan berarti saya nggak ngerti soal tema yang akan dibahas. Tapi karena saya mau mencari beberapa pendapat umum soal pacaran. ;D

Hasilnya saya menemukan kalimat ini di Wikipedia : Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan.
Pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan.

Nah, tante wiki sudah kasih defenisi adil soal kegiatan pacaran. Awalannya terbaca nice, tujuannya baik, pernikahan. Namun paragraf selanjutnya perlu diwaspadai. Ada kalimat; Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan.... that's it.

Kenyataannya jaman sekarang anak SMP-pun sudah sadar kalau dunia ini ada yang namanya laki-laki dan perempuan. Percikan rasa ingin tahu dan kasih sayang yang berlebih membuat mereka terbiasa dengan budaya pacaran.

Belum lagi orang-orang sekitar yang mendukung konsep ini.

"wajar, namanya juga anak muda."

"kamu udah punya pacar belum?"

Yang ekstrim, "malem minggu, masa nggak ada yang jemput?"

I mean, dengan dorongan dan dukungan serta stigma positif dari masyarakat soal pacaran, justru yang aneh adalah orang yang nggak pacaran, ya kan?

Disinilah kontranya. Jujur, saya sebagai muslimah lebih suka kalau pacaran dijadikan nama untuk kue-kue. Hehehe. Intinya, dengan pemikiran yang sudah menjamur begitu, ngelotok di sendi-sendi pergaulan, bisa apa saya selain bersabar dan menjawab; ndak, saya ndak pacaran.

Meskipun saya mengerti kalau muda-mudi ini pasti hatinya mudah bergejolak karena satu rasa. Yaitu cinta.

Cinta. Yang kalau kata Dee Dewi Lestari, berupa impulse listrik, reaksi kimia. Reaksi yang bikin hati berdebar-debar saat melihat si dia. Rasanya ingin terus bersama dan mengenal lebih dekat.

Oh, ya, tentu saja saya juga pernah jatuh cinta. Nggak munafik, saya juga pernah kena gelombang sosial. Iri dengan orang yang pacaran, muda-mudi saling sayang, ada dorongan bergandengan tangan, bermersraan, seolah dunia milik berdua. Naudzibillah.... 

I tell you, itu hanya sesaat sobat! Hanya sesaat! Nggak ada jaminan hubungan itu bakal langgeng. Nggak ada jaminan tangan itu akan terus available untuk kita gandeng saat suka maupun duka. Nggak ada jaminan hubungan pacaran akan dibawa sampai ke pernikahan!

Yang ada cuma kemungkinan: dibawa serius, atau dicampakan!  Jadi, saya pikir rasa iri saya waktu itu benar-benar sia-sia.

Balik lagi ke browsing-membrowsing. Saya menemukan banyak situs yang menyuguhkan artikel tentang pacaran. Yang lucu adalah artikel tentang pacaran sehat. Katanya, kita harus memberikan kebebasan kepada pasangan kita. Hm?

Kalimat ini ambigu, kebebasan dalam bentuk apa?
Kepercayaan kah?

Sebagai tempat curhat beberapa teman saya bisa kasih testimoni kalau buanyak banget pasangan yang nggak percaya sama pasangannya sendiri.

Mereka cenderung posesif. 

Ada beberapa temen saya yang cerita begini : "Dia (si pacar) punya mantan banyak banget. Gue ngeri kalo dia kecantol lagi sama mantannya. Apa lagi dia punya muka bagus. Udah gitu orangnya supel, lagi. Makin kuatir aja dah gue."

Pacaran yang sehat harus memberi kebebasan kepada pasangan agar mereka tidak merasa terkekang. Tapi jarang ada yang berhasil bagus. Yang ada malah si pasangan akan bebas untuk PDKT dengan orang lain. Waallahu'alam.

Ada juga beberapa artikel yang bilang pacaran berdasarkan cinta dan cinta tidak akan menyakiti. Betul, cinta nggak akan pernah menyakiti. Cinta itu keindahan yang hakiki, anugerah dari Allah SWT. No doubt.

Tapi saat cinta digabungkan dengan konsep pacaran jadinya malah nge-blur. Tujuan cinta nggak tersampaikan dengan sempurna. Cinta malah dijadikan alat untuk (maaf) melampiaskan hawa nafsu. Coba saja bikin survey, berapa jumlah pasangan yang pacaran tanpa ciuman di Indonesia. Kayaknya sudah ada ya... malah lebih ekstrim.

Persentase perempuan yang sudah ndak perawan padahal belum menikah, misalnya?

Naudzubillah.

Kemudian cinta dalam pacaran juga dijadikan landasan untuk memenuhi ambisi memiliki. "Karena kamu pacar aku, jadi kamu nggak boleh jalan sama cewek/cowok lain, Ay." atau nanya berlebihan kayak gini : "Ay, kamu dimana? dengan siapa? Sekarang berbuat apa?" 

Kalau nggak dibales si pacar akan menelpon sampai berkali-kali. "Sumpah, itu ganggu banget lho." Kalimat ini real, terlontar dari teman-teman saya yang pernah jadi korban posesif.

Saya adalah tipe pemikir bebas agak keras kepala. Tentu saya nggak akan terima kalo ada orang yang membatasi hidup saya. Kecuali keluarga dan beberapa orang terdekat. Pacar itu tidak termasuk orang terdekat ya. Karena mereka belum berani berakad dan bertanggung jawab.

Pacar sebelum menikah, orang yang tidak bisa memberi jaminan akan jadi pasangan hidup di masa depan. Dan mereka sudah berani mengatur ini-itu?

"Jadi, Lane nggak pernah pacaran?"
Mungkin itu pertanyaan yang timbul di benak kalian. Jawabannya
adalah--maaf ini ndak ada maksud apapun-- Alhamdullilah nggak pernah. Sempet kecolongan sih, hampir mencoba hal yang seperti itu. Tapi Alhamdulilah nggak jadi pacaran. Allah masih menjaga hati saya, menenangkannya, meneguhkannya melawan stigma masyarakat.

Wallahu a'lam bishawab.

Next posting : Udah Nyaman, Pacaran Nggak ya?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dilema Pemimpin Hadapi Covid Nineteen

Sejak pasien positif virus Corona diumumkan pada dua maret, jumlah korban terus bertambah. Per tannggal hari ini, Senin, 30 April 2020, sudah tercatat 1.414 orang positif mengidap virus tersebut. Jumlah pasien yang sembuh mulai menanjak naik di angka 75. Sementara jumlah korban meninggal masih di angka mengkhawatirkan, yaitu 122.

Misconceptions About Jihad

Culture, Social, Political, and Security In the Name of Allah, the Most Compassionate, the Most Merciful. And for Rasulullah Muhammad SAW, piece be upon him. At the beginning,  I should like to sincerely thank for your coming in this blog. In this changes I want to talk about jihad.  Have you ever heard about that before? I assume you are thinking about something wrong about that. The Arabic word "jihad" is often translated as "holy war”. However in a purely linguistic sense, the word " Jihad/Jahada” in Arabic means struggling or striving or make an effort. So, there are misunderstood concept about Jihad. The concept of ‘Jihad’ has been misconceptions is not among muslims but among non muslim also. There are political and religious groups who using ‘Jihad’ for their benefit, to justify various forms of violence. And if you hear the news about terrorism, sometimes you feel scary or inflamed your temper. And you’ll asking, why? Why they do that? Why ...